Nasional

Jadi Miniatur Masyarakat, Pesantren Kuatkan Pendidikan Antikekerasan

Sen, 21 Agustus 2023 | 14:00 WIB

Jadi Miniatur Masyarakat, Pesantren Kuatkan Pendidikan Antikekerasan

Nyai Badriyah Fayumi saat mengisi sesi Roadshow Pondok Pesantren "Menguatkan Karakter Pesantren Antikekerasan" di Pesantren Mahasina, Bekasi, Ahad (20/8/2023). (Foto: NU Online/Indi).

Jakarta, NU Online 
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadist Kota Bekasi, Jawa Barat, Nyai Hj Badriyah Fayumi menjelaskan pesantren, lembaga pendidikan Islam yang telah lama menjadi bagian penting dalam budaya dan pendidikan di Indonesia, merupakan miniatur masyarakat yang terus menguatkan karakter antikekerasan di tengah dinamika sosial yang terus berkembang.

 

“Pesantren itu miniatur masyarakat, di pesantren orang itu macam-macam. Pesantren bukan surga yang kemudian orang suci semua yang ada di sana. Justru banyak orang yang di pesantrenkan supaya mendapatkan pendidikan moral yang lebih baik,” ungkap Nyai Badriyah dalam Roadshow Pesantren “Menguatkan Karakter Pesantren Antikekerasan” di Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadist, Bekasi, Ahad (20/8/2023).

 

“Kita menyambut baik dan tidak ada kekhawatiran terhadap apapun, terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” imbuh Nyai Badriyah.

 

Menurutnya, pesantren di seluruh Indonesia terus berupaya penguatan pendidikan antikekerasan. Langkah ini merupakan respons atas meningkatnya kekerasan dan konflik dalam masyarakat serta komitmen pesantren dalam mendidik santri menjadi individu-individu yang mampu menjauhkan diri dari tindakan kekerasan. Pesantren memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan moral generasi muda.

 

“Menjadi sangat penting para pengasuh pesantren hadir untuk menjadi garda terdepan menjadi orang pertama yang memiliki komitmen untuk melakukan pencegahan itu. Sesungguhnya sederhana pencegahan itu, tergantung kepada good will,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga tersebut.

 

Nyai Badriyah menutur, pendekatan yang digunakan oleh pesantren-pesantren umumnya kombinasi antara pembelajaran teori dan praktek. Santri diajarkan tentang dampak negatif kekerasan, baik pada diri sendiri maupun masyarakat, serta diajak untuk merespons konflik dengan cara berbicara, berdialog, dan mencari solusi bersama.

 

“Insyaallah justru menjadi tempat yang membuat anak-anak kita aman dari hal-hal yang diberitakan media, karena di pesantren anak terlindungi dari pergaulan bebas, terlindung dari orang jahat yang usil-usil,” terang ulama perempuan lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu.

 

Hadir dalam acara tersebut, Ketua MUI Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Prof Amany Lubis mendorong agar semua pihak dapat mencegah adanya kekerasan di lingkungan pesantren.

 

“Kita harus menjaga anak-anak santri kita, dan menjaga karakter pesantren yang saling mengajarkan perdamaian, memupuk saling asah asih asuh dan anti terhadap kekerasan dalam bentuk apapun,” ucapnya.