Nasional

Waketum PBNU Sebut Jasa Petani Turunkan Emisi Karbon 

Kamis, 9 September 2021 | 08:00 WIB

Waketum PBNU Sebut Jasa Petani Turunkan Emisi Karbon 

Pengelolaan hutan lindung berfungsi untuk menurunkan emisi dinilai akan lebih efektif jika masyarakat dan pemerintah sekitar terlibat dalam mekanisme pengambilan keputusan. (Foto: BRG)

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof H Maksum Mahfudz mengungkapkan, kontribusi para petani hutan dan nelayan sangat berpengaruh untuk mengurangi emisi karbon. Salah satu buktinya adalah langkah mitigasi yang dilakukan dengan cara menanam pohon.

 

Ia mengatakan, pengelolaan hutan lindung berfungsi untuk menurunkan emisi dinilai akan lebih efektif jika masyarakat dan pemerintah sekitar terlibat dalam mekanisme pengambilan keputusan.

 

“Emisi karbon bisa terkendali hanya karena jasa-jasa mereka, petani hutan dan nelayan itu amalnya luar biasa,” katanya saat menyampaikan sambutan di acara Bahtsul Masail Nasional tentang Pajak dan Perdagangan Karbon, Kamis (9/9/2021).

 

“Jadi, jangan ada kezaliman struktural,” sambungnya.

 

Saran dia, agar dapat memberikan hasil yang efektif dan lestari, semua pihak terkait harus bekerjasama untuk mengelola sumber daya hutan tersebut. Masyarakat adalah salah satu aktor kunci yang keterlibatannya harus dipastikan sejak awal.

 

“Sehingga tidak sekadar hanya wala yahudu ‘ala ta’amilmiskin, apalagi sampai membunuh kesempatan kerja mereka,” ujar pria yang juga Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA).

 

Fungsi hutan dalam konteks perubahan iklim

Berdasarkan catatan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan, hutan, selain merupakan sumber emisi karbon dalam konteks perubahan iklim juga merupakan rosot karbon dan tempat penyimpanan karbon. 

 

Praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan dari hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung, serta pembatasan konversi lahan hutan menjadi non-hutan dan degradasi kualitas hutan, pengelolaan hutan pada lahan gambut dan pencegahan kebakaran hutan, berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK. 

 

Rehabilitasi hutan dan lahan gambut dan pembuatan/penanaman hutan produksi di lahan yang terdegradasi akan meningkatkan kemampuan penyerapan karbon. Hal ini juga akan memberikan dampak positif terhadap perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan sumber daya air, serta fungsi sosial ekonomi.

 

Lahan gambut mempunyai potensi penyimpan karbon yang besar. Luas lahan gambut secara keseluruhan hanya meliputi kurang lebih 3% dari luas daratan dunia, namun diindikasikan dapat menyimpan 550 Gton C atau setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di seluruh dunia (Joosten, 2009). 

 

Bila diambil angka terendah tambatan karbon di atas permukaan gambut yang berkisar pada angka 150 ton (dalam bentuk biomassa tanaman) per ha maka secara kasar paling tidak lahan gambut di Indonesia menambat (menyimpan) 3.150 juta ton karbon atau setara dengan 8,34 giga ton CO2e.

 

Sampai dengan tahun 2005, emisi per tahun yang berasal dari lahan gambut diperkirakan mencapai 903 juta ton CO2e dan diperkirakan dengan skenario BAU maka emisinya berubah menjadi 1.387 juta ton CO2e pada tahun 2025.

 

Indonesia memiliki sekitar 21 juta hektar lahan gambut, tersebar di Provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, dan Papua Barat. Lahan gambut terutama di Sumatera (7,2 juta ha), Kalimantan (5,8 juta ha) dan Papua (8 juta ha) mempunyai kedalaman yang berbeda- beda. 

 

Kondisi pada tahun 2006 menunjukkan lebih dari 55% lahan gambut masih berupa hutan1, sementara sisanya didominasi oleh lahan pertanian (14%) dan semak belukar/rumput (20%). Pada tahun tersebut, terdapat izin kehutanan dan perkebunan untuk menggunakan lahan gambut dengan total sekitar 5,6 juta hektar lahan gambut. 

 

Sesuai dengan data 2006 maka luas lahan gambut yang merupakan kawasan hutan adalah seluas 12,3 juta ha terdiri dari hutan konservasi seluas 2,34 juta ha, hutan lindung seluas 1,02 juta ha, dan hutan produksi seluas 8,95 juta ha.

 

Luas lahan gambut yang merupakan perkebunan seluas 1,42 juta ha, dimanfaatkan sebagai pertanian seluas 1,23 juta ha, dan sisanya sebesar 4,66 juta ha dipergunakan untuk kegiatan lain. Untuk itu rencana aksi penurunan emisi GRK di lahan gambut merupakan bagian tidak terpisahkan dari penurunan emisi GRK dari bidang kehutanan.

 

Kontributor: Syifa Arrahmah 
Editor: Kendi Setiawan