Nasional HARI SANTRI 2018

NU Jateng: Penghargaan Pemerintah Tidak Cukup dengan Hadiah Hari Santri

Kamis, 18 Oktober 2018 | 03:15 WIB

Semarang, NU Online
Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Hudallah Ridlwan Naim mengatakan, dalam setiap memperingati Hari Santri Nasional (HSN), penghargaan negara kepada santri tidak cukup hanya diberi HSN saja, tetapi harus diwujudkan dalam kebijakan anggaran yang memihak kepada kepentingan santri.

"Pesantren harus selalu mengingatkan kepada pengambil kebijakan untuk senantiasa menjaga amanah kedaulatan bangsa dalam berbagai hal, mulai dari kedaulatan politik, ekonomi, sandang, pangan, papan, dan lainnya, sebagaimana para santri dulu di awal kemerdekaan di tengah kesederhanaan berani mengambil resiko dalam turut serta menegakkan kedaulatan politik negara yang akan dirampas imperialis.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah melalui rilis yang dikirim ke NU Online, Kamis (18/10).

Dikatakan, Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap pada 22 Oktober bukan hanya milik komunitas pesantren saja, akan tetapi kini sudah menjadi milik nasional, setelah para santri berhasil menginspirasi seluruh warga dalam menjaga kehormatan dan menegakkan kedaulatan bangsa.

"Momentum historis resolusi jihad yang digelorakan Rais Akbar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan berhasil menginspirasi keberanian bangsa Indonesia dalam pertempuran 10 November  di Surabaya merupakan satu kesatuan rangkaian sejarah yang harus dijaga keutuhannya," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Hudallah, dalam memperingati HSN, kalangan pesantren jangan terjebak dengan rutinitas seremonial saja. Misalnya hanya menggelar upacara dengan mengenakan busana sarung dan peci saja. Namun, harus mampu mengkonsolidasi seluruh elemen bangsa dalam  mempertahankan kedaulatan bangsa di berbagai bidang.

Menurutnya, pesantren selama ini dengan semangat kemandirian dan kesederhanaan telah membuktikan keberhasilannya dalam membangun karakter anak bangsa, di tengah minimnya sentuhan fasilitas yang dialokasikan oleh negara yang dibelanya di awal-awal proklamasi. Namun pesantren tetap konsisten terus bergerak tak kenal lelah dalam membangun karakter anak bangsa.

"Di sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan formal yang bergelimang fasilitas negara perlahan semakin kewalahan dan kedodoran dalam melahirkan kader-kader bangsa yang memiliki karakter kuat. Masalah gerakan radikal teror yang menjadi musuh besar bangsa misalnya, justru persemaiannya terjadi di lembaga-lembaga pendidikan formal yang  mendapat sentuhan anggaran dari negara dalam jumlah yang besar," tandasnya.

Sementara, pesantren hingga kini masih belum mendapat sentuhan maksimal dari 20% anggaran pendidikan yang ditetapkan setiap tahunnya melalui APBN, ini  harus menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan anggaran di negeri ini. (Red: Muiz)