Nasional RAMADHAN BERKAH

Mereka yang Menuai Rejeki di Pemakaman

Sabtu, 11 Agustus 2012 | 08:18 WIB

Jakarta, NU Online
Bertelanjang kaki, di bawah sengatan sinar Matahari yang pohon-pohon pun tak bisa mencegahnya, Iin melangkah untuk merapikan salah satu dari 30 makam yang "dititipkan" kepadanya.<>

Iin dan teman-temannya fokus merawat makam-makam yang berada dia areal seluas 6,8 hektare di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Pasar Baru Barat di mana orang biasa menyebut TPU Karet Tengsin itu.

Lapar dan dahaga selama Ramadhan hanya membuat mereka makin keras bekerja.

Bagi mereka, Ramadhan, adalah momen yang mereka tunggu-tunggu karena biasanya banyak berkah tumpah pada mereka di bulan itu.  Selama bulan itu penghasilan mereka bisa meningkat drastis seiring datang berduyun-duyunnya peziarah ke TPU ini di periode itu.

Kepala TPU Karet Pasar Baru Barat Helmi Ibrahim mengatakan Lebaran dan tradisi ziarah memang membawa berkah buat para perawat makam.

Tahun lalu, sejak Lebaran sampai hari ketujuh setelahnya, sekitar 12 ribu orang menziarahi TPU Karet Tengsin. Tahun ini, angka itu diperkirakan baik 15 persen menjadi sekitar 13 ribu orang.

Selama seminggu sebelum Ramadhan saja sudah 8.000 orang menziarahi tempat ini.  Angka ini turun dari tahun sebelumnya sekitar 10 ribu orang.

"Untuk tahun ini karena ada liburan sekolah yang lebih lama, saya prediksikan terjadi peningkatan jumlah peziarah saat Lebaran,” kata Helmi.

Ini kabar baik bagi Iin dan rekan-rekannya sesama pengurus makam.

Iin, pria berusia 24 tahun, bercerita, pada hari biasa, dengan 30 makam yang dititipkan oleh para ahli waris kepadanya, dia bisa membawa pulang Rp800 ribu per bulan.  Tapi selama Ramadhan angka itu naik berlipat-lipat.

Dia menyebut Ramadhan dan Lebaran sebagai “penyejuk” yang tak hanya memberinya "berkah", tapi juga bisa lebih menceriakan keluarganya.

“Hari pertama Lebaran saya bisa mampu mendapat Rp3 juta dari para ahli waris seperti tahun-tahun kemarin,” ujar ayah empat anak asal Karawang ini.

Seminggu sebelum Lebaran, Iin memetik keuntungan dari orang-orang yang sibuk menyiapkan perayaan Idul Fitri. Dia “bersafari” ke rumah mereka untuk mendapat "THR" entah dalam bentuk uang atau bingkisan khas Lebaran.

“Beberapa hari sebelum Lebaran saya biasanya berkeliling untuk bersilaturahmi.  Kadang diberi uang tambahan 100-150 ribu rupiah, dan bingkisan,” kata Iin.

Jangan harap ini terjadi pada hari biasa, Rp50 ribu sehari saja sudah sangat baik, karena memang jarang orang berziarah pada hari biasa.

“Jika tidak ada yang datang, saya biasanya mencari pekerjaan lain, menjadi tukang gali,” ujarnya.

Momentum 

Feri, rekan Iin sesama pengurus maka, juga menunggu "berkah" Ramadhan yang melihat Ramadhan dan Lebaran sebagai momentum bagi meningkatnya pendapatan.

Pada hari biasa, Feri menerima uang perawatan yang dia sebut “uang tanggokan”  Rp500 ribu per bulan.  Ketika Ramadhan, angka itu bisa melonjak tiga kali lipat atau Rp1,5 juta.

Setiap kali berziarah, ahli waris kadang memberinya uang perawatan Rp50 ribu hingga Rp150 ribu.

Jumlah sebesar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan Lebaran keluarganya, seperti membeli pakaian baru dan penganan Lebaran.

“Istri saya masih bisa berbelanja ke Tanah Abang, Alhamdulillah rezeki selalu ada,” katanya.

Dia sudah 38 tahun bekerja sebagai pengurus makam, dan "rezeki dari kuburan" ini telah mengantarkan anak-anaknya bersekolah.

“Alhamdulillah dari tanah makam ini, saya mampu menyekolahkan anak saya sampai kuliah.  Dua anak saya yang lainnya sekarang belajar di SMA,” ujar pria asli Betawi ini.

Mayoritas pengurus tanah makam ini adalah orang yang asalnya bertempat tinggal di lingkungan sekitar TPU Karet Tengsin yang sebagian pindah akibat digusur.  Mereka kini tinggal di Tangerang, Cibubur, atau daerah-daerah lain sekitar Jakarta.

Tetap saja sebagian dari mereka kembali ke TPU untuk mencari nafkah.

“Kami kembali lagi ke sini, karena nafkah kami ada di sini,” kata Feri.

Bahkan Caca, teman Feri yang bertempat tinggal di Cibubur, rela ber-angkutan umum setiap hari untuk mencari nafkah di TPU Karet Tengsin. Setiap hari dia habiskan Rp25 ribu untuk transportasi.


Ramadhan tahun ini Caca menargetkan Rp5 juta, tapi yang dia dapat baru 60 persennya alias Rp3 juta.

Dia mengeluh, penghasilan tahun ini tidak sebesar tahun lalu.  “Tahun-tahun sebelumnya saat munggah (seminggu sebelum Ramadhan) bisa sampai Rp8 juta,” katanya.

Bahkan seminggu terakhir, para peziarah makam-makamnya yang dirawatnya belum berbagi sepeser pun dengan Caca.

Tapi Caca yakin saat Lebaran, sampai tiga hari setelahnya, "rezeki dari kuburan" akan segera mendatanginya.

Kebersamaan

Selain uang tanggokan, para perawat makam ini memperoleh keuntungan dari ahli waris yang memesan jasa pembuatan bangunan makam.

Untuk mempercantik sebuah makam butuh uang sebesar Rp1,4 - 1,8 juta.  Uang sebesar itu untuk memasangkan keramik pada tanah makam dan batu nisan di atasnya.

Penghasilan rata-rata tinggi saat Ramadhan akan bertambah tiga kali lipat jika penunggu makam mendapatkan proyek tambahan yang mereka sebut “borongan”.

Proyek "borongan" inilah yang membuat Feri bisa mengantongi Rp5 juta, jauh lebih besar dibandingkan Rp1,5 juta yang berasal dari uang perawatan saja.

"Dengan bayaran Rp1,4-1,8 juta dari ahli waris, keuntungan sekitar ratusan ribu sudah menjadi tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,” kata Iin. 

"Setelah Lebaran biasanya ahli waris memberi uang lagi,” sambung Feri.

Helmi Ibrahim menjelaskan para pengurus tanah makam ini berada di luar kepengurusan Dinas Pemakaman DKI Jakarta, tapi pengelola TPU tidak tinggal diam untuk ikut mensejahterakan orang-orang seperti Iin. 

Menurut Helmi, pada akhir bulan, pengurus makam mendapat subsidi Rp290 ribu untuk setiap makam yang dirawat.

Helmi memperkirakan ada sekitar 70-80 orang pengurus tanah makam tidak resmi di Karet Tengsin. Mereka adalah penggali makam, perawat makam, dan tukang urug makam.

Angka itu masih ditambah pencari nafkah “musiman” yang jumlahnya 30-an orang. 

Untuk mencegah mereka berselisih gara-gara 'lahan usaha', Helmi yang mengaku akrab dengan mereka semua, selalu berdiskusi dan menekankan kebersamaan antar pencari nafkah.

“Saya tekankan mereka untuk bekerjasama, karena ini kampung kita semua,” kata Helmi.

Helmi menempatkan sistem kekeluargaan antara tim pengelola dan pengurus tanah makam di atas segalanya.

"Karena saya tidak bisa bekerja tanpa mereka, begitu juga mereka, tanpa Dinas juga tidak bisa bekerja,” katanya. 



Redaktur: Mukafi Niam
Sumber   : Antara