Nasional RAPAT PLENO PBNU

Meneguhkan Islam Nusantara Menuju Kemandirian Ekonomi Warga

Sabtu, 23 Juli 2016 | 22:25 WIB

Ekonomi merupakan salah satu di antara tiga aspek program yang diamanatkan oleh Muktamar ke-33 NU di Jombang tahun 2015. Hal tersebut didasrakan atas keasadaran abahwa ekonomi merupakan pilar sekaligus tonggak untuk melecut kemandirian serta kesejahteraan warga. Selain ekonomi, Muktamar mengamatkan dua aspek lagi: pendidikan dan kesehatan. Ketiga aspek tersebut memiliki bobot nilai yang sama, harus berjalan seiring dan seirama.

Secara tegas muktamar mengamanatkan pada PBNU salah satunya untuk menyusun platform ekonomi keumatan sesuai dengan khittah konstitusi dan khittah NU sebagai organisasi dîniyyah ijtimâ’iyyah. Platfom yang dimaksud tersebut adalah platform yang harus menggambarkan pandangan dan sikap NU terhadap pembangunan nasional, haluan pembangunan nasional, dan rencana kerja NU dalam menggerakan kegiatan ekonomi umat dan organisasi.

Kaitannya dengan perkembangan ekonomi, Bappenas tahun 2015 merilis data tingkat ketimpangan ekonomi antarpenduduk atau rasio gini di Indonesia masih berada pada kisaran angka 0,413. Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun yang sama juga merilis data bahwa jumlah masyarakat miskin di Indonesia masih sebesar 11,2 persen atau sekitar 28 juta penduduk. Jumlah tersebut masih sangat besar. Dan fakta berbicara bahwa warga NU rata-rata masih masuk ke dalam golongan 28 juta penduduk tersebut.

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan memiliki peran strategis dalam kehidupan umat. NU didirikan salah satunya bertujuan untuk kemaslahatan umat yang antara lain bisa ditempuh melalui jalur  pemberdayaan ekonomi.

Pada 1938, NU mendirikan apa yang ketika itu disebut dengan importhandel dan exporthandel, yang keduanya diperuntukkan guna mengurusi kegiatan ekspor-impor atau perdagangan luar negeri. Hal ini diputuskan secara resmi di Muktamar Menes, Banten.

Setahun setelah keputusan tersebut, yakni pada tahun 1939 pada forum muktamar yang digelar di Magelang, sebagai sebuah upaya untuk memberi landasan dalam menjalankan ekonomi dan bisnis, NU merumuskan konsep mabadi khoiro ummah yang berisi tiga poin utama. Ketiga poin itu adalah: as-shidqu (kejujuran), alwafa bil 'ahdi (menepati janji), dan at-ta’awun (saling tolong-menolong).

Tiga prinsip tersebut adalah landasan yang harus dipegangi oleh warga NU dalam segala hal, utamanya menyangkut kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan tiga prinsip tersebut, turbulensi dan mekanisme berbisnis warga NU diharapkan bisa berjalan dengan lancar, stabil, dan yang paling utama adalah berkah. Apa yang disebut terakhir, yakni keberkahan, adalah tujuan paling paripurna yang dicita-citakan konseptor mabadi khoiro ummah di atas.

Sebagai bagian dari upaya mengembangkan dan menyempurnakan tiga pilar tersebut, pada tahun 1940 KH. Mahfud Shiddiq yang kala itu bertindak sebagai ketua HB NU (istilah sekarang ketua umum PBNU) menambahkan dua prinsip penyempurna yang terdiri atas: al-adalah (keadilan) dan Istiqomah (konsistensi).

Maka jelas, pada tahun 1940 mabadi khairo ummah yang berisikan lima prinsip kemandirian ekonomi dan harus diimplementasikan saat berbisnis diharapkan bisa menjadi alas pijak bagi kemandirian ekonomi umat.

Senyampang dengan itu, NU meyakini bahwa ekonomi bukan saja harus tumbuh, namun lebih dari itu aspek lain yang harus dicapai adalah ekonomi harus merata. Pertumbuhan dan pemerataan adalah dua aspek yang harus berjalan beriringan, tanpa harus menegasikan satu dengan yang lainnya.

PBNU dengan berlandaskan semangat Islam Nusantara melalui Rapat Pleno 23-25 Juli 2016 di Pesantren KHAS Kempek Cirebon yang mengangkat tema “Meneguhkan islam Nusantara Menuju Kemandirin Ekonomi Warga” berkomitmen penuh untuk menggerakkan ekonomi nahdliyyin khususnya dan warga Indonesia pada umumnya.


Cirebon, 24 Juli 2016

والله الموفّق إلى أقوم الطّريق
والسّــــــــــــلام عليكم ورحمة الله وبركاته



Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA                 DR. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini
Ketua Umum                                                         Sekretaris Jenderal