Nasional

Menaker Ida: UU Cipta Kerja Hanya Menghapus Upah Minimum Padat Karya

Jumat, 9 Oktober 2020 | 11:30 WIB

Menaker Ida: UU Cipta Kerja Hanya Menghapus Upah Minimum Padat Karya

Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah. (Foto: kemnaker.go.id)

Jakarta, NU Online

Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) angkat suara terkait beredarnya informasi dihapusnya Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Kemnaker memasatikan informsai tersebut hoaks. 


Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah mengatakan, UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan tidak menghapus UMP dan UMK. Kata dia, yang tidak ada di UU Cipta Kerja hanya Upah Minimum Padat Karya (UMPK).

 


Penghapusan UMPK berdasarkan permintaan dari serikat pekerja dan buruh setelah intens melakukan pertemuan beberapa waktu yang lalu sebelum draft RUU Cipta Kerja diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.


“Aspirasi teman-teman serikat pekerja dan sikap buruh yang kita akomodasi adalah minta dihapusnya upah minimum padat karya. Jadi itu kita hapus. Jadi upah minimum padat karya tidak boleh lebih rendah, berarti tak boleh diatur,” kata Menaker Ida Fauziyah dalam tayangan 164 Chennel PBNU, Kamis (8/10) sore. 


Ia meluruskan sejumlah informasi yang seolah menyudutkan pemerintah. Informasi itu misalnya terkait dengan UMP dan UMK yang tak lagi ada di UU Cipta Kerja.


Ida menegaskan, dalam UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan jelas tertulis, upah minimum ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja atau buruh dengan memperhatikan aspek pertumbuhan ekonomi daerah/inflasi daerah. Ketentuan itu, ujar Ida, merupakan klausul baru di UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.


“UMP wajib ditetapkan oleh gubernur, UMK juga tetap ada. Jadi UMK UMP tidak dihapus, ketentuannya ada dengan persyaratan. Dengan melihat pertumbuhan ekonomi atau inflasi, jadi kalau daerahnya memang pertumbuhan ekonominya rendah tentu tidak memungkinkan dia untuk membuat UMK tidak boeh lebih rendah dari UMP. Kalau lebih rendah tidak bisa karena itu batas bawah,” kata Menaker Ida meluruskan informasi yang beredar terkait UMK dan UMP. 


Selanjutnya, UU Cipta Kerja pun mengatur bagaimana agar perusahaan yang sudah memberikan upah lebih tinggi dari UMK/UMP kepada buruh sebelum adanya keputusan pemerintah tidak boleh menurunkan lagi.


Aturan ini diberlakukan agar pihak perusahaan tetap bersikap adil kepada para pekerjanya terutama terkait besaran upah yang layak.


“Kemudian yang baru, bagi usaha mikro yang kecil diberlakukan upah berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Kita mendorong sedemikian rupa usaha mikro dan kecil sehingga disitu kita juga berfikir perlindungannya kepada pekerja sektor kecil,” tutur Ida Fauziyah. 


Meski begitu, kata Ida, aturan yang berlaku khusus usaha mikro kecil besaran upah pekerjanya tidak dapat disamakan dengan UMP dan UMK yang telah ditetapkan pemerintah. Atas masalah yang dia sampaikan itu, Ida berharap tidak ada lagi yang menyebarkan bahwa pemerintah telah menghapus UMP dan UMK bagi pekerja atau buruh. 


Sebelumnya pro kontra UU Cipta Kerja terjadi di masyarakat. Berbagai informasi mengenai isi dari UU tersebut dinilai tidak pro terhadap buruh dan masyarakat.


Bahkan, sejak bergulirnya UU Omnibus Law Februaru lalu, informasi soal UMP dan UMK yang dihapus pemerintah beredar luas terutama di media sosial. Hal ini menambah gelisah jutaan buruh di Indonesia. Atas polemik ini, Menaker memastikan tidak ada penghapusan UMP dan UMK. 


Menurut Menaker Ida Fauziyah yang dihapus dalam UU Cipta Kerja hanya masalah upah minimum padat karya. Upah padat karya adalah upah minimum yang besarnya di bawah UMK. 


Diberlakukan upah padat karya, salah satu alasannya, karena di daerah tersebut nilai UMK-nya telah mencapai 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad