Nasional

Kerap Menjadi Korban, Isu Perdamaian Pantas Disuarakan Perempuan

Kamis, 3 November 2022 | 07:00 WIB

Kerap Menjadi Korban, Isu Perdamaian Pantas Disuarakan Perempuan

Perempuan kerap kali rentan terdampak konflik, seperti kekerasan, karenanya perempuan pantas menjadi agen perdamaian. (Foto: ilustrasi/Freepik)

Jakarta, NU Online
Perempuan kerap kali menjadi korban penyimpangan perdamaian dan rentan terdampak konflik-konflik yang terjadi, seperti kekerasan. Oleh karena itu, Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda Al Kautsar Kajen Pati, Nyai Kamilia Hamidah mengungkapkan bahwa perempuan pantas menjadi agen perdamaian.


"Narasi perdamaian tepat disuarakan oleh perempuan pesantren dalam berbagai forum baik online maupun offline, baik itu jamiyah dalam proses mengajar maupun kaderisasi santri sebagai agen perdamaian," tuturnya dalam Webinar Pra-Silaturahim Nasional Para Ibu Nyai se-Indonesia beberapa hari yang lalu.


Menurutnya kader perempuan perlu aktif di media sosial, karena penceramah perempuan yang moderat di ranah dunia maya masih sedikit jumlahnya. Para ibu nyai perlu mendorong para santri perempuan untuk menjadi lebih berdaya guna.


"Skill dapat diajarkan di pondok pesantren dan difasilitasi supaya mereka bisa menjadi perempuan mandiri. Dengan demikian maka angka kemiskinan pada perempuan akan dapat menurun," jelasnya.


Ia menyebutkan persentase perempuan pada kelompok usia 35 tahun ke atas lebih banyak. Itulah mengapa perempuan perlu berdaya dan mandiri.

 

Dosen Institut Pesantren Mathali'ul Falah Pati itu menuturkan, perempuan perlu bedaya karena sebenarnya memiliki life skill, kemampuan bangkit, dan kemandirian. Selain itu perempuan memiliki kesiapan untuk berkompetisi, perempuan memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, perempuan dapat inklusif, dan perempuan memiliki peran publik.


Namun sangat disayangkan, menurut Nyai Kamilia proporsi jenis kelamin penceramah di televisi didominasi oleh laki-laki dengan 88,8 persen, sementara perempuan hanya 11,2 persen. Hal sejenis juga terjadi pada proporsi di radio agama, radio umum dan di podcast.


"Perempuan adalah separuh jiwa bangsa dan uma manusia dengan potensi besar dalam seluruh aspek kehidupan. Bila kita merendahkannya dan membiarkannya menjadi hina dina maka itu adalah bentuk perendahan dan penghinaan kita atas diri sendiri dan rela dengan kehinadinaan itu," pungkasnya.


Acara yang diinisiasi bu nyai daerah Jawa Barat itu diikuti oleh beberapa bu nyai lain dari berbagai daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan bu nyai di luar Jawa.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Kendi Setiawan