Internasional HARI SANTRI 2018

Di Belanda Ada Sunatan Sambut Hari Santri

Sabtu, 20 Oktober 2018 | 23:30 WIB

Amsterdam, NU Online
Di tengah polemik masyarakat Belanda terkait sunat (circumcision), Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda, Ibnu Fikri mengkhitan putra pertamanya jelang hari santri, 22 Oktober. 

“Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah liburan musim gugur atau herfst vakantie selama dua pekan untuk seluruh sekolah di Belanda sudah dimulai. Diharapkan masa libur tersebut cukup untuk pemulihan usai sunat,” kata Ibnu Fikri, Sabtu (20/10). 

Selama 10 tahun terakhir, sunat menjadi hal yang cukup kontroversi bagi masyarakat Belanda. “Terdapat dua perspektif dalam tindakan sunat,” katanya. Perspektif pertama, sunat dianggap sebagai tindakan yang dianggap menyakiti anak. Hal ini secara tidak langsung melanggar hak anak yang telah diatur oleh Undang-Undang dan Hukum tentang Anak yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kerajaan Belanda, lanjutnya. 

Dalam kehidupan masyarakat Belanda, anak memang mendapatkan perhatian khusus. Alasan lain dari penolakan terhadap tindakan sunat, dikemukakan oleh Asosiasi Kesehatan Belanda. “Mereka beralasan bahwa tindakan sunat yang dianggap operasi kecil tersebut tidak diperlukan karena anak tidak sedang sakit. Anak malah akan mengalami kesakitan karena efek pascasunat,” urainya. 

Perspektif kedua datang dari pemerintah Belanda yang memberikan kesempatan kepada siapapun untuk melakukan sunatan, dengan alasan menjalankan kewajiban agama sesuai kepercayaan masing-masing warga yang tinggal di Belanda. 

“Kesempatan ini diberikan tentu dengan beberapa syarat, yaitu orang tua perlu meminta rekomendasi ahli kesehatan yang telah ditunjuk oleh pemerintah, dan tempat penyunatan anak dilakukan di klinik kesehatan yang resmi dan telah terdaftar sebagai klinik layanan kesehatan dan sunat,” ujarnya. 

Menurut Ibnu Fikri, keberadaan warga Muslim Indonesia di Belanda dan polemik terkait sunat tidak perlu menghalangi mereka untuk menjalankan kewajiban tersebut. “Asalkan sesuai dengan aturan dan syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah setempat,” tegasnya. 

Selain itu, ia juga menyatakan alasan pribadi tentang mengapa sunat diadakan jelang hari santri. “Sebagai simbol bahwa telah lahir generasi muda Islam yang sehat dan siap melanjutkan cita-cita generasi pendahulunya,” pungkasnya. (Achmad Sulfikar/Ibnu Nawawi)