Daerah HARI SANTRI 2018

Santri Punya Tugas Membangun Negara

Senin, 22 Oktober 2018 | 10:18 WIB

Jakarta, NU Online 
Jaringan Literasi Santri Jakarta menggelar diskusi bertajuk Refleksi Hari Santri Nasional: Membincang Hasil Survei, Menakar Pembangunan Berkelanjutan. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut antara lain Muhammad Afifuddin (Bawaslu RI), Zuhairi Misrawi (intelektual muda NU) dan Ali Rif'an (Direktur Eksekutif Monitor Indonesia)

Dalam sambutannya, Zuhairi Misrawi mengatakan, "Ketika bapak Jokowi mendapatkan mandat dari Ibu Megawati, kunjungan pertama adalah ke pesantren. Dari pesantrennya Mbah Maimoen Sarang."

Mbah Moen berpesan, kata Zuhairi, menjaga Indonesia itu sederhana, yaitu ketika santri dan nasionalis itu bersatu. Dan Indonesia akan maju.

"Kata Mbah Moen, santri harus menjaga dan membangun Indonesia, menjaga Pancasila," katanya dalam diskusi di Cafe Baprek Lebak Bulus Jaksel, Ahad, 21 Oktober 2018.

"Santri itu sel-sel politik yang diam tapi hidup dan bergerak. Harapan saya, santri menjadi par excellence di bidang masing-masing. Menjadi ekonom par excellence, misalnya," tambahnya.

"Sekarang, tugas santri adalah membangun negara, harus menjadi pakar pada bidangnya masing-masing."

Pria yang akrab disapa Gus Mis ini mencontohkan santri ada pada sosok pak Jokowi. "Santri itu seperti pak Jokowi yang bondo nekad. Tidak punya apa-apa tapi Bismillah dengat niat tulus membangun Indonesia," tandasnya.

Santri politisi asal Madura ini juga menilai, pertanyaannya bukan kita menilai bagaimana pembangunan pak Jokowi seperti apa. Tapi bagaimana santri turut terlibat dalam pembangunan dalam pemerintahan pak Jokowi. Santri itu ikut terlibat pada pembangunan Indonesia, mengisi Indonesia.

"Misalnya, menteri Pak Imam Nahrawi. Bagaimana ceritanya Imam Nahrawi yang seorang santri, kerjanya ngurusi Musholla jadi menpora dan ngurusi Asian Games," jelasnya.

"Jadi, bukan bagaimana mengamati, tapi bagaimana terjun ikut terlibat," pungkasnya.

Hal sama disampaikan Muhammad Afifuddin. Ia mengatakan, "Saya seorang santri, sebagai tim pemantau dari KPU merasa mempunyai nilai lebih. Pengalaman kita diajari ilmu bahasa, ilmu alat."

"Ini akan sangat berguna dalam dunia sosial politik. Akan beda orang yang ditempa di pesantren dan orang luar pesantren. Kita akan berada pada masa ketika keberpihakan itu ada pada santri," tandasnya.

Sementara Ali Rif'an membicarakan tentang terminologi santri milenial. Menurutnya, santri milenial itu bisa dikategorikan sebagai santri yang berumur 20 - 38 tahun. Namun bisa juga disebut sebagai santri yang tidak hanya pintar ilmu agama, namun ilmu apa saja yang sedang berkembang, seperti big data ataupun industri 4.0.

"Jadi istilah santri milenial itu bisa dilihat dari umur, bisa juga perilakunya yang adaptif dengan perkembangan zaman," tuturnya.

Di akhir diskusi, para peserta yang tergabung dalam Jaringan Literasi Santri Jakarta mengapresiasi hasil pembangunan pemerintahan Jokowi mendukung dilanjutkan pada periode kedua. Mereka Menilai Pemerintahan Jokowi sangat dekat dengan pesantren dan akrab dengan santri serta memberikan banyak kontribusi kepada kemajuan santri. (Abdullah Alawi)