Daerah

Pondok Pesantren SPMAA Lamongan, Rawat Para Lansia yang Terbuang

Sab, 8 Juni 2024 | 14:00 WIB

Pondok Pesantren SPMAA Lamongan, Rawat Para Lansia yang Terbuang

Sejumlah lansia di kamar yang sudah disediakan Pesantren SPMAA Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (8/6/2024). (Foto: NU Online/Syarif)

Lamongan, NU Online

Hendra asal Gresik begitu menikmati kehidupan barunya di kamar lansia milik Yayasan Pondok Pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) Desa Turi, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (8/6/2024).


Berkaos oblong dan bersarung, Hendra bercerita bahwa dirinya sebelum sampai di SPMAA mengalami hidup yang cukup sulit jelang memasuki usia separuh abad. Pasalnya, ia menderita stroke dan tidak didampingi oleh keluarga dalam proses penyembuhan.


"Atas saran seseorang, saya diminta ke sini, alhamdulillah di sini orang-orangnya baik, saya bahagia di sini," ungkap Hendra.


Sebelum sakit, Hendra merupakan seorang pegawai kantor dan memiliki keluarga lengkap. Menurut dia, sikap keluarganya berubah setelah ia mengalami sakit. "Saya rasa tidak ada salah ke keluarga, saya hanya sakit dan tidak bisa bekerja," ungkapnya.


Dirawat langsung oleh santri

Di SPMAA, Hendra tinggal bersama tujuh orang lanjut usia (lansia) dan dirawat oleh seorang santri bernama Zikri Tri Septian. Lokasi kamar Hendra berada di sebelah barat masjid utama SPMAA.


Di kamar yang sederhana tersebut, Hendra disediakan sebuah ranjang tidur beserta kasur dan bantal, ada lemari untuk pakaian, meja kecil untuk makan dan kipas angin.


Pesnatren SPMAA juga merawat lansia perempuan, kamarnya berada di sebelah timur masjid dan jumlahnya lebih banyak dari lansia laki-laki. Mereka juga didampingi oleh santri putri setiap harinya.


Saat NU Online ke SPMAA, puluhan santri yang terdiri dari lansia, anak yatim, berkebutuhan khusus, dan santri umumnya tampak khusyu berzikir di masjid bersama Gus Adhim.


Untuk menuju SPMAA sangat mudah, karena berada di sisi timur Jalan Raya Desa Turi, Kabupaten Lamongan. Hampir sepanjang jalan raya tersebut masyarakat mengetahui lokasi SPMAA.


Kegiatan sehari-hari

Selama di SPMAA, Hendra bercerita bahwa kegiatan sehari-harinya yaitu shalat lima waktu, zikir, olahraga, makan, belajar nyapu agar tubuhnya kembali normal.


"Di sini kegiatannya zikir, shalat, belajar nyapu. Salut sama Pesantren SPMAA, ikhlas merawat orang tua dan orang yang sakit. Semuanya gratis," kata dia.


Hendra menjelaskan, untuk makan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari. Sama dengan santri pada umumnya. Khusus untuk masak, dilakukan oleh para santri secara bergantian dengan diawasi oleh pengurus.


"Di sini kekeluargaannya sangat kuat, memang dibuat begitu agar saling peduli dan bersyukur dengan keadaan saat ini," ujarnya.


Ciptakan kepedulian santri

Perawat lansia bernama Zikri Tri Septian asal Kalimantan Timur menceritakan, setiap hari kegiatannya merawat lansia. Mulai dari menjaga kebersihan, mengambilkan minum, makan setiap pagi dan setelah shalat maghrib.


Zikri bukan yang pertama, para perawat lansia setiap beberapa bulan sekali akan diganti dengan santri lainnya. Tujuan utamanya menciptakan rasa peduli dan menanamkan empati di hati para santri SPMAA.


"Saya baru lulus Aliyah, sekarang bagian melayani lansia. Ngambil makan, kebersihan, dan menjaga lansia. Job lansia bisa berbulan-bulan. Lalu diganti dengan yang lain," imbuhnya.


Zikri menceritakan, selain Pak Hendra, ia juga merawat Mbah Syamsul (80), yang ditinggal anak dan istri. Sempat dibuang di jalan lalu dibawa oleh masyarakat ke SPMAA.


Ada juga Mbah Slamet, karena ditolak keluarga dan nyaman di SPMAA. Nama lain yaitu Mbah siman (85) asal Kabupaten Ngawi dan Mbah Nursahid (98).


"Mbah Guru Mukhtar mengajarkan kami untuk memiliki kepekaan sosial, tidak hanya teori, tapi juga praktik langsung dengan merawat lansia," tegasnya.


Zikri mengatakan, ia belajar banyak dari tugasnya merawat lansia, khusus ilmu kemanusiaan. Bukan hal mudah merawat lansia, apalagi hal tersebut dilakukan secara gratis. Sehingga membutuhkan niat yang kuat dan keikhlasan yang tinggi.


"Di SPMAA proses pembelajaran dititikberatkan pada perluasan wawasan dan pemahaman santri tentang nilai-nilai keagamaan sampai pada tingkat pengamalan," katanya.


 

Sejumlah santri Pondok Pesantren SPMAA Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (8/6/2024). (Foto: NU Online/Syarif)

Misi kemanusiaan pesantren

Gus Ashabun Na'im, Direktur Yayasan Pondok Pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) menjelaskan, instansi tersebut didirikan KH M Muchtar pada 27 Oktober 1961 di Desa Turi. Pesantren ini memiliki misi kemanusiaan yang kuat.


Saat ini SPMAA sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti SPMAA Bali, SPMAA Batam, SPMAA Merangin, Palembang, Semarang, Boyolali, Sragen, Gudung Kidul, Magetan, dan lain daerah lainnya.


Gus Na'im menjelaskan, perawatan lansia merupakan proses pengaderan santri menjadi Tenaga Penyayang Umat (TPU). Sebuah wadah bagi penggemblengan santri yang “siap pakai” terutama keberpihakannya dalam melakukan pendampingan terhadap “kaum ardzalun” seperti kaum ibu, anak dan lanjut usia rentan, korban ketidakadilan, kelompok tani hutan, komunitas miskin nelayan, suku terasing, masyarakat transmigran, dan urban perkotaan yang terpinggirkan.


"Kader TPU, diharapkan tumbuh manusia-manusia beragama yang  qoulan wa 'amalan, bukan generasi yang hanya banyak ucapan tanpa amalan," ungkapnya.


Gus Na'im juga menambahkan, SPMAA terbuka untuk semua kalangan dari berbagai lapisan masyarakat tanpa membeda-bedakan.


Pada prinsipnya, kata dia, SPMAA tidak pernah menolak siapapun yang datang ingin belajar atau sekadar singgah di pesantren. Sehingga tamu yang berkunjung atau hidup belajar di SPMAA bisa dari mana saja. Lintas suku, bangsa, agama, dan negara.


"Sering tamu dari luar negeri yang ingin bermujadalah atau sekadar belajar Islam, nyantri beberapa hari di pesantren," tandas Gus Na'im.