Daerah HARI SANTRI 2018

IPNU-IPPNU UM Diskusikan Kiprah Pemuda Islam dan Nasionalisme

Ahad, 21 Oktober 2018 | 13:15 WIB

Malang, NU Online
Memperingati hari santri, Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi (PKPT) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Universitas Negeri Malang (UM) Jawa Timur menggelar diskusi, Ahad (21/10). 

Diskusi dilaksanakan di sekretariat PKPT IPNU IPPNU UM dengan mengusung tema Pemuda Islam dan Nasionalisme. Diskusi ini bertujuan untuk menggali potensi berpikir kritis mahasiswa nahdliyin di lingkungan kampusd setempat. 

Kegiatan yang merupakan program departemen Badan Student Crisis Center dan Lembaga Konseling Putri (BSCC LKP) ini dipimpin Ahya Mujahidin. Ia memimpin diskusi dan membagi peserta menjadi tiga kelompok guna mendiskusikan tiga topik besar. Ketiga topik itu adalah tinjauan historis peran pemuda Islam khususnya NU di zaman pra-kemerdekaan, dinamika kehidupan sosial era sekarang, dan langkah ke depan yang akan diambil pemuda Islam menanggapi dinamika kehidupan sosial yang terjadi.

“Tak dapat dipungkiri bahwa kemedekaan Indonesia merupakan campur tangan pemuda Islam dalam memperjuangkan tanah air,” kata Ahya. Hasdratussyaikh KH M Hasyim Asyari yang mencetuskan seruan hubbul wathan minal iman yang memiliki arti mencintai tanah air adalah sebagian dari iman sukses meletupkan semangat pejuangan pemuda Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pasca kemerdekaan, NU masih mewarnai dinamika kehidupan baik politik maupun keagamaan, lanjutnya.

Mengutip hasil diskusi yang telah dilaksanakan, Ahya Mujahidin mengemukakan tantangan pemuda zaman sekarang adalah aktif berperan dengan memberikan sumbangsih pemikiran dalam kehidupan benegara. “Jika dahulu kita telibat perjuangan fisik, maka sekarang harus aktif berjuang lewat pemikiran,” ungkapnya. 

Cara yang bisa dilakukan yakni beragama tanpa melupakan asal bangsa dan bagaimana cara menyaring informasi yang masuk. “Kita harus gencar berdakwah melalui media sosial agar masyarakat awam tidak terjerumus dalam prasangka beragama yang salah dan terlalu radikal,” tegasnya. Tidak cukup hanya itu, harus mulai berdakwah dari diri sendiri, membenahi akhlak pribadi sehingga dapat bepengaruh baik bagi lingkungan sekitar, lanjutnya.

Islam dan nasionalisme merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan keberadaannya. Karena dalam pandangannya, agama tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrem. Nasionalisme tanpa agama akan menjadi kering. “Agama membutuhkan tanah air sebagai lahan dakwah. Sedangkan tanah air memerlulan siraman nilai agama Islam agar tidak tandus.” Pandas Ahya Mujahidin. (Alfi Cahya Firdauzi/Ibnu Nawawi)