Daerah HARI SANTRI 2018

Hari Santri Mengingatkan Pentingnya Fatwa Resolusi Jihad

Senin, 22 Oktober 2018 | 10:30 WIB

Semarang, NU Online
Santri adalah sosok yang mengedepankan khidmah, pengabdian kepada masyarakat dan bangsa. Demikian disampaikan profesor Imam Taufiq pada upacara peringatan Hari Santri di Pesantren Darul Falah, Besongo, Semarang, Jawa Tengah, Senin (22/10).

Upacara ini mengingatkan kembali sejarah perjuangan para pahlawan, ulama, santri dan syuhada dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa. “Upacara ini diharapkan dapat memberikan energi positif bagi santri untuk melanjutkan estafet perjuangan para ulama,” katanya.

Berkaca pada sejarah, keputusan Presiden tahun 2015 menetapkan Hari Santri berawal dari keluarnya fatwa Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945 oleh Hadratussyaikh KH M Hasyim ‘Asy’ari yang menyatakan bahwa, berperang menolak dan melawan penjajah hukumnya fardlu ‘ain (wajib dilakukan oleh tiap orang Islam). 

“Fatwa Resolusi Jihad ini memantik terjadinya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang kemudian disebut sebagai Hari Pahlawan,” katanya. Perlawanan ulama dan santri terhadap penjajah merupakan bentuk nasionalisme untuk tanah air yang belakangan dikenal dengan cinta tanah air sebagian dari iman, lanjutnya.

Sosok santri, menurut Pengasuh Pesantren Darul Falah Besongo, yaitu mereka yang belajar mendalami ilmu agama di pesantren dengan mengharapkan keberkahan dari kiainya. “Hidup sederhana dibarengi spiritulitas tinggi melalui riyadhah atau tirakat menjadikan dirinya kuat dan seimbang dalam hubungan vertikal kepada Tuhannya dan hubungan horizontal kepada sesama manusia,” urainya. 

Selain itu, para santri konsen menjalankan nilai pesantren yang mengedepankan sikap moderat (tawassuth), toleran (tasamuh), proporsional (tawazun), dan lurus (i’tidal). 

“Mereka juga mengabdi untuk masyarakat, bangsa dan negara dengan segala daya upaya dan potensi yang dimiliki untuk menciptakan kedamaian, ketentraman dan kenyamanan orang lain dan masyarakat,” pungkasnya. (Ibnu Nawawi)