Warta

Awas Penyakit “Israf”!

Ahad, 21 September 2008 | 04:07 WIB

Jakarta, NU Online
Secara teoritis ibadah puasa Ramadhan akan menjadikan umat Islam semakin zuhud atau bisa mengendalikan diri dari keinginan-keinginan duniawi, bisa hidup lebih sederhana. Namun kenyataannya tidak. Daftar belanja di bulan Ramadhan justru meningkat drastis.

Pengajian Online, Jum’at (19/9) lalu, membahas soal kehidupan Israf atau berlebih-lebihan di bulan puasa dan terutama menjelang Lebaran atau hari raya Idul Fitri. Perngajian diasuh oleh KH Arwani Faishal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, dengan kitab rujukan utama Tafsir Al-Munir karya Syeikh Nawawi Al-Bantani.<>

Kiai Arwani menjelaskan, Syeik Nawawi dalam kitab Tafsir Al-Munir atau bisa disebut Tafsir Marah Labid memeringatkan agar jangan sampai umat Islam terkena penyakit Israf itu. Dijelaskan, isyaraf artinya melampaui batas dalam memberikan sesuatu atau sebaliknya terlalu pelit dalam mengeluarkan sedekah.

Ayat tentang israf dalam Surat Al-A’raf (7) ayat 31 israf ditujukan untuk dua prilaku. Pertama terhadap pakaian atau perhiasan.

”Pada mulanya memakai pakaian yang baik dianjurkan pada saat memasuki masjid. Ini untuk mengcounter kebiasaan orang jahiliyah. Soalnya pada zaman dahulu orang jahiliyah punya tradisi aneh melakukan ritual penebusan dosa dengan melepaskan semua pakaian,” kata Kiai Arwani.

Namun umat Islam sering salah faham memaknai perintah ini. Bahkan pada hari lebaran uamt Islam di Indonesia, dan mungkin di negara lainnya, malah berhambur-hamburan untuk membeli berbagai jenis pakaian. Bukan untuk digunaan saat pergi ke masjid, namun hanya untuk dipertunjukkan kepada sesama manusia.

Kedua, ayat israf ditujukan untuk makanan dan minuman. Dua hal ini halal dan diperbolehkan, namun pada suatu saat umat Islam perlu menahan diri agar tidak memperturutkan hawa nafsu untuk menikmati makanan dan minuman hingga berlebihan. Demikianlah yang diajarkan dalam puasa.

Namun, anehnya, pada saat berbuka puasa umat Islam malah berlomba-lomba untuk menghabiskan dan mencoba berbagai jenis makanan.

"Akhirnya puasa hanya dijalankan sebagai formalitas, yakni menahan diri semenjak fajar hingga terbenam Matahari, sementara nasihat puasa untuk hidup zuhud dan sedernana tidak dihiraukan," kata Kiai Arwani.

Dua hal di atas, pakaian atau perhiasan, lalu makanan dan minuman adalah materi penting untuk melihat apakah selama ini kita umat Islam telah israf? Setelah itu kita bisa melihat apakan dalam hal kebendaan dan keduniawiaan lainnya kita juga telah selamat dari penyakit israf ini. (nam)


Terkait