Warta

Awali Ramadhan dengan Tukar Makanan

Senin, 1 Agustus 2011 | 00:05 WIB

Serang, NU Online
Ibu-ibu Desa Harjatani, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten siang tadi menggelar acara kegiatan tukar panganan untuk merayakan hari makan terakhir. Acara ini sudah menjadi tradisi setiap tahun menjelang solat tarawih malam pertama pada bulan Ramadan.

Rodliyah warga Harjatani mengatakan, setiap warga tidak diwajibkan harus ikut kegiatan ini, apalagi kegiatan semacam ini hanya untuk meramaikan datangnya bulan suci Ramadan. Namun, biasanya para ibu juga malu jika tidak ikut. Selain kegiatan tukar makanan juga sebagai ajang saling silahturahmi dan saling maaf memaafkan sebagai tetangga.   <>
“Ini sebagai tradisi kami, yang telah ada sejak jaman dulu. Tidak tahu awalnya bagaimana, yang penting bisa senang ketemu lagi dengan bulan Ramadan,” ujar Rodliyah kepada NU Online, Ahad (31/7).

Rodliyah menjelaskan, hal ini biasa dilakukan oleh orang tua dulu yang biasa disebut “Kondangan” yaitu melakukan tukar makanan kepada para tetangga. Kalau dulu tempatnya pakai bambu yang ditata menjadi lapak (encek-Jawa), namun sekarang sudah tidak ada dan sebagai gantinya memakai tapak yang terbuat dari plastic.

Begitu juga yang dikatakan oleh Sumiyati, bila tidak ikut kumpulan dan bertukar makanan, pihaknya merasa ada yang kurang dalam menjalankan ibadah puasa besok. Ini hanya sebagai sarat untuk mengawali puasa serta belajar iklas kepada orang lain.

Biar lebih berwarna, tambah Sumiyati, ibu-ibu yang datang bukan hanya membawa makanan sejenis saja, namun beberapa jenis makanan yang dibawa seperti, buah-buahan, gorengan, nasi, ayam, sayur dan lain sebagainya. Yang penting bukan makannnya yang diambil dari kegiatan ini, namun apa makna dibalik kegiatan semacam ini. “saya hanya ikut berpartisipasi dan sebagai warga yang baik,” tutur Yati biasa dipanggil ini.

Yati memaparkan, kegiatan yang laksanakan sebelum solat dhuhur ini memang berjalan seperti yang sudah-sudah, ramai dan banyak anak hingga rebutan makanan oleh anak-anak. Maklum ibu-ibu yang ikut kegiatan ini banyak yang membawa buah kecilnya.

Lain halnya yang dikatakan oleh Hani sebagai orang yang beriman jangan sampai kegiatan semacam ini dijadikan sebagai wahana ritual sehingga menjadikan tradisi wajib yang harus dilakukan. “Yang penting niatnya saling menjaga sebagai ajang silahturahim,” pungkasnya.


Redaktur     : Syaifullah Amin
Kontributor : A. Chandra Zaini


Terkait