Daerah

Filosofi Santri Berdasar Huruf Arab Menurut Dosen UIN Lampung

Rabu, 25 September 2019 | 08:00 WIB

Filosofi Santri Berdasar Huruf Arab Menurut Dosen UIN Lampung

Logo Hari Santri 2019. (Ilustrasi: Dok. RMI PBNU)

Bandar Lampung, NU Online
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung KH Abdul Syukur menjelaskan, santri merupakan generasi penerus dan sosok yang harus memiliki muru'ah (menjaga akhlak), uswah, dan qudwah hasanah (contoh dan teladan yang baik).
 
“Sifat santri dibangun dan dikembangkan berpusat pada basis pesantren sebagai sentra institusi pendidikan yang komprehensif, ideal, dan kaffah (menyeluruh) dalam mencetak generasi tafaqquh fiddin (paham agama)," jelasnya kepada NU Online, Rabu (25/9).
 
Penjelasan ini disampaikannya terkait momen spesial yang akan diperingati sebentar lagi oleh para santri dan seluruh bangsa Indonesia yakni Hari Santri 2019 yang jatuh pada 22 Oktober mendatang. Peringatan ini menjadi wahana mengingat kembali perjuangan santri yang memiliki kontribusi besar bagi NKRI.
 
Lebih lanjut Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung ini mengupas fungsi dan peran santri berdasarkan huruf yang membentuk kata Santri dalam Bahasa Arab yakni Sin, Nun, Ta, dan Ra.
 
Pertama, huruf Sin yang menjadi awal kalimat Saya'rifu bainal halal wal haram (سيعرف بين الحلال والحرام). Ini bermakna santri selalu mengetahui antara yang halal (baik) dan yang haram (buruk). “Kedua, Nun yaitu Naibul 'Ulama (نائب العلماء). Santri merupakan sosok generasi penerus para kiai dan ulama,” terang Kiai Syukur.
 
Ketiga, Ta yakni Tarkul Ma'ashi (ترك المعاصى). Ini bermakna bahwa santri harus mampu meninggalkan maksiat dan hal-hal negatif lainnya seperti konflik, anarkisme, saling hujat, provokasi, intimidasi, fitnah, hoaks, dan kejahatan sejenisnya.
 
“Santri adalah penerus ulama di mana Al-Qur'an menjelaskan kriteria ulama selain punya kompetensi keilmuan terutama Islamic Sciences (Dirasat al-Islamiyyah) juga yang lebih utama harus khasyyatullah (takut kepada Allah) minal ma'ashi wal kabair wal jair (dari maksiat dan dosa besar),” tandasnya.
 
Keempat, huruf Ra yakni Rakibul Awam (راكب العوام)  (kendaraan bagi orang awam). Hal ini bermaksud bahwa santri harus mampu menjadi pusat untuk bertanya bagi masyarakat. Santri adalah figur sentral yang bisa memberi nasehat, taushiyah, mau'idzah hasanah, dan rujukan diskusi.
 
“Santri berperan menjadi sentra perubahan sosial keagamaan bagi umat. Kiprah utama yang mampu berinteraksi dengan umara dalam merespon dan memberi solusi atas cita dan asa serta problematika bangsa dan negara," pungkas Kiai Syukur.
 
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori