Warta RAKERNAS IPNU

Boikot Sinetron Remaja!

Senin, 27 Agustus 2007 | 01:23 WIB

Jakarta, NU Online
Penayangan sinetron remaja di televisi menimbulkan keprihatinan kalangan pelajar Nahdlatul Ulama. Dalam rakernas di Samarinda, Kalimantan Timur, 22-25 Agustus lalu, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) menyatakan memboikot tayangan sinetron remaja.

Ketua Umum PP IPNU Idy Muzayyad mengatakan, Rakernas bersikap seperti itu karena menilai sinetron remaja sudah merusak pribadi dan moral generasi muda. Sinetron remaja, kata Idy, lebih banyak mengajari generasi muda untuk hedonis dan bergaya hidup bebas.

<>

“Karena itu, IPNU memboikot tayangan sinetron remaja,” kata Idy saat sosialisasi hasil Rakernas IPNU di Kantor PBNU, Jakarta, Ahad (26/8) kemarin.

Hal yang lebih memprihatinkan adalah penggunaan sekolah sebagai lokasi syuting sinetron. Hal itu, menurutnya, sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan Indonesia.

“Kalau sinetronnya mendidik, tidak ada masalah. Kenyataannya tidak mendidik. Karena itu, kami mengimbau pihak sekolah menolak dijadikan lokasi syuting,” katanya.

IPNU juga meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sebagai lembaga negara independen yang mempunyai kewenangan dalam hal penyiaran, segera melarang siaran-siaran televisi yang menyalahi norma-norma sosial dan agama.

“Masyarakat juga kami minta bersama-sama memboikot sinetron remaja agar kerusakan moral generasi muda tidak meluas,” tegasnya.

Selain memutuskan masalah sinetron remaja, IPNU mengeluarkan rekomendasi tentang anggaran pendidikan di APBN. Mereka mendesak pemerintah segera memenuhi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN. “Kami beri deadline hingga 2008. Jika tidak, IPNU akan mengajukan gugatan class action terhadap pemerintah karena lalai melaksanakan amanat UUD 1945.

Rakernas IPNU menghasilkan 12 poin rekomendasi. Sebagian besar rekomendasi itu terkait dengan masalah pendidikan. Satu lagi rekomendasi IPNU, yakni menolak pengesahan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) karena dinilai sebagai bentuk komersialisasi lembaga pendidikan tinggi.

“IPNU menolak tegas pengesahan RUU BHP dan menuntut mengembalikan status sejumlah PTN yang sudah menjadi badan hukum milik negara (BHMN). Tidak semua masyarakat mampu menguliahkan anaknya di kampus-kampus mahal itu,” terang Idy.

Dalam poin rekomendasi itu, IPNU juga menegaskan menolak pembedaan anggaran sekolah agama dengan sekolah umum. Sekolah agama, seperti madrasah dan pondok pesantren, menurut mereka, layak diperlakukan sama dengan lembaga pendidikan umum.

“Selama ini terlihat keengganan pemerintah daerah mengalokasikan APBD untuk membiayai madrasah dan lembaga pendidikan agama lainnya,” katanya.(gpa)