Nasional

Pakar Hukum Pidana Nilai Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo Tepat

Sen, 13 Februari 2023 | 17:45 WIB

Pakar Hukum Pidana Nilai Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo Tepat

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, memasuki ruangan menjelang sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022). (Foto: Antara via kompas.tv)

Jakarta, NU Online

Pakar hukum pidana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Setya Indra Arifin menilai bahwa putusan vonis hukuman mati yang dibacakan oleh majelis hakim pengadilan negeri (PN) Jakarta Selatan untuk menghukumi dalang utama pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat (Brigadir J) sangat tepat. Sebab menurutnya, vonis mati adalah hukuman maksimal bagi pelaku pembunuhan berencana.


“Itu sudah sangat tepat, karena sedari awal tindak pidana yang didakwakan kepada Ferdy Sambo adalah memang pembunuhan berencana, yang hukuman maksimal untuk itu adalah hukuman mati,” kata Indra kepada NU Online, Senin (13/2/2023). 


Hukuman mati, kata dia, dinilai semakin pantas jika melihat fakta-fakta hukum yang tak terbantahkan bahwa terdakwa juga terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan merusak atau membuat tidak berfungsinya sistem elektronik yang menjadi bagian atau bukti penting pembunuhan berencana itu. 


“Artinya selain tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf bagi terdakwa, pemberatan pidana juga dapat diterapkan dalam kasus ini,” terangnya. 


Sekalipun ini berbeda dengan tuntutan JPU yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup, namun menurutnya, hakim memberi putusan berdasarkan dakwaan, artinya hakim tidak semata mengikuti tuntutan jaksa. 


“Artinya, vonis ini juga menunjukkan bahwa hakim juga mengedepankan pula rasa keadilan, khususnya bagi Brigadir J dan keluarganya yang menjadi korban tindakan terdakwa atas kasus ini,” ucapnya. 


Secara umum, lanjut dia, masyarakat juga punya kepentingan hukum untuk memberikan pencelaan bagi tindakan-tindakan jahat yang dilakukan orang-orang seperti Ferdy Sambo. Sebab, orang-orang dengan kewenangan dan kuasa yang lebih dari orang biasa, memang layak mendapat hukuman yang lebih berat ketimbang pelaku-pelaku kejahatan biasa.


“Bagi Ferdy sebagai orang yang punya kuasa dalam relasinya dengan pelaku materiil lain (seperti Elizer) dalam kasus ini, rasanya memang pantas yang bersangkutan mendapat hukuman maksimal (mati),” tandasnya. 


Seperti diketahui, majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Wahyu Iman Santoso menilai Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.


Mantan jenderal polisi bintang dua itu dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 49 jo Pasal 33 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Setidaknya terdapat tujuh poin hal memberatkan yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Sambo.


Di antaranya perbuatan Sambo menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat luas; Sambo telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional; hingga Sambo dinilai berbelit-belit memberi keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya.


Sementara itu, hakim berpendapat tidak ada satu pun keadaan meringankan bagi Sambo. "Tidak terdapat alasan pembenar dan pemaaf dalam persidangan," kata hakim.


Pewarta: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad