Nasional

Ferdy Sambo Tak Dituntut Hukuman Mati, Ahli Pidana: Belum Maksimal

Kam, 19 Januari 2023 | 19:00 WIB

Ferdy Sambo Tak Dituntut Hukuman Mati, Ahli Pidana: Belum Maksimal

Ferdy Sambo tidak dihukum mati sebagai hukuman maksimalnya, tetapi seumur hidup. (Foto: ilustrasi hukum/ NU Online)

Jakarta, NU Online

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo dijatuhi tuntutan pidana penjara seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu.


Tuntutan pidana tersebut menuai beragam tanggapan, termasuk Pakar Hukum Pidana Setya Indra Arifin. Ia menilai tuntutan yang dilayangkan kepada terdakwa Ferdy Sambo oleh JPU belum maksimal. 


“Jaksa justru memilih tuntutan di bawah maksimal, yakni pidana penjara seumur hidup, bukan pidana mati. Padahal, jika dicermati, hal-hal yang meringankan bagi terdakwa hampir tidak ditemukan,” ungkap Indra kepada NU Online, Kamis (18/1/2023).


Dari sisi terdakwa, misalnya. Indra menyatakan bahwa posisi terdakwa Ferdy Sambo yang bukan orang biasa dan punya wewenang tinggi di kepolisian membuat perbuatan yang telah dilakukannya memiliki porsi nilai kejahatan yang lebih dari kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dari kalangan warga biasa. 


“Pandangan semacam ini juga ada dalam konstruksi pemidanaan di negara kita, di mana negara menghukum lebih berat pelaku-pelaku kejahatan yang dilakukan oleh orang yang punya kuasa,” jabar dia. 


“Dari sisi inilah maka hukuman terberat atas dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa mestinya layak dituntutkan kepadanya,” imbunya.


Dari sisi perhatian publik, Indra menilai sudah semestinya jaksa menyadari bahwa masyarakat mengikuti proses peradilan kasus tersebut. Masyarakat, lanjutnya, memiliki kelayakan tersendiri dalam menilai sanksi apakah yang layak dijatuhkan atau sesuai bagi pelaku atas perbuatan pidana yang telah dilakukannya. 


“Namun demikian, kita harus tetap optimis dan yakin kepada para penegak hukum, baik dalam hal ini jaksa maupun hakim yang akan memutus perkara ini,” jelasnya.


Ia menjelaskan, jaksa boleh jadi memilih pidana penjara seumur hidup ketimbang pidana mati dipengaruhi dan ditentukan pula oleh perkembangan ajaran hukum pidana di Indonesia yang menempatkan pidana mati dalam pilihan yang paling ketat dan terbatas penggunaannya.


Namun intinya, perlu diingat bahwa hakim memutus perkara pidana berdasarkan dakwaan dan segala hal yang terbukti dalam persidangan, bukan semata-mata tuntutan jaksa. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). 


“Dengan begitu, harapan masyarakat untuk dapat menghukumi pelaku dengan sanksi maksimal masih sangat mungkin terjadi dan diputuskan hakim,” ucap Indra.


“Kendati tuntutannya adalah pidana penjara seumur hidup, tapi jika berdasarkan dakwaan dan segala hal yang terbukti dalam persidangan menunjukkan bahwa terdakwa memang layak dihukum mati, hakim dalam hal ini masih dapat memutuskannya,” tutup dia.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syakir NF