Nasional

Dukung Kembali ke NU, Ini 8 Landasan PMII Institut PTIQ dan IIQ Jakarta

Kamis, 9 April 2015 | 11:31 WIB

Jakarta, NU Online
Dialektika mengenai kembalinya PMII pun ramai menjadi bahan diskusi di kalangan kader pergerakan pada berbagai tingkatan.<> 

PMII Komisariat Kebayoran Lama, kampus Institut PTIQ dan IIQ Jakarta sebagai salah satu Komisariat tertua di Jakarta menyikapi wacana tersebut dalam diskusi bulanan yang digelar pekan lalu di Sekretariat PMII Komisariat Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

“Pada diskusi yang diawali dengan tahtimul Qur’an ini dihadiri lebih kurang 40 kader yang telah berhasil menelurkan pernyataan persetujuan dan dukungan akan kembalinya PMII menjadi Banom NU,” ujar Ketua Komisariat M Syakir Romdloni dalam rilis yang diterima NU Online, Kamis (9/4).

Oleh karena itu, lanjutnya, berbagai alasan berikut kami sampaikan sebagai landasan sikap tersebut, diantaranya:

1. Ideologisasi Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam tubuh PMII semakin kabur dan tanpa jalur yang jelas. Sebagai contoh dalam materi pengkaderan PMII di kampus umum seing berbeda dengan di kampus yang berbasis agama bahkan tanpa arah jalur ideologi yang jelas.

2. Dialektika wacana dalam tubuh PMII seringkali keluar dari jalur ideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah dimana Aswaja yang seharusnya sebagai manhajul fikr seringkali terkaburkan, bahkan dilupakan. Pondasi berfikir tersebut rapuh dikarenakan ideologi yang kurang begitu tertanam.

3. Ideologi transnasional yang sejak beberapa dekade ini ramai berseliweran dalam ranah berfikir mahasiswa masuk semakin dalam pada mainstream berfikir para kader pergerakan, termasuk PMII. Arabisasi, liberalisasi, kapitalisasi dan ideologi lainnya ramai menjadi cara berfikir para kader dengan, disayangkan, mencerabut ideologi ASWAJA sendiri.

4. Paradigma politik praktis sebagai imbas dari tercerabutnya cara berfikir ASWAJA yang netral. Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada tahun 1984, NU menyatakan sikap untuk kembali ke khittah 1926 saat kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), maka Gus Dur sudah sejak lama sejalan dengan cita-cita PMII untuk menjauhkan NU dari politik praktis dan kembali menjadi organisasi kemasyarakatan.

5. PCNU dan Partai yang berafiliasi dengan NU banyak diisi oleh kader-kader yang bukan dari PMII, mereka tidak mendapatkan materi Ahlussunnah wal Jamaah seperti kader-kader PMII. Maka, apabila PMII kembali ke NU, syarat utama menjadi pengurus PBNU, PCNU, Muslimat, dan  Fatayat, haruslah orang-orang yang sudah melalui kaderisasi di PMII.

6. NU sudah diserang dari mana-mana, maka NU haruslah kembali diperkuat, salah satu cara memperkuatnya adalah dengan menarik kembali PMII sebagai banom NU. KH. Nuril Huda (Pendiri PMII) berkata, "PMII adalah anak kandung NU maka sewajarnya untuk kembali ke NU (secara organisasi, red), saya sebagai pendiri NU paham kenapa dulu PMII harus independen, keputusan untuk independen dari NU tahun 1972 diambil karena jika tidak PMII terancam diberangus akibat suasana politik saat itu, kalau saat ini situasinya berbeda, maka ada baiknya kita (PMII) merapat.” 

7. PMII menyatakan indepensi karena saat itu memosisikan sebagai vis a vis Negara pada masa Orde Baru, kini era demokrasi, pemerintah lebih terbuka, persaingan juga lebih terbuka, NU akan menjadi lebih kuat jika bergabungnya organisasi kemahasiswaan seperti PMII. Ditambah lagi masih adanya kebingungan PB PMII dalam perumusan paradigma baru, maka daripada berputar-putar dengan kebingungan alangkah baiknya menyatukan paradigma antara PMII dan NU lalu berjuang bersama.

8. Ketakutan akan hilangnya independensi PMII dalam bersikap jikalau tergabung sebagai Banom NU tidak beralasan sama sekali karena pada kenyataannya semua Banom NU sama sekali tidak bisa diintervensi oleh para petinggi PBNU. (Red: Fathoni)