Nasional

Bamsoet: PBNU Setuju Presiden Dipilih MPR

Rabu, 27 November 2019 | 09:53 WIB

Bamsoet: PBNU Setuju Presiden Dipilih MPR

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. (Foto: NU Online/Siwitno)

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengemukakan sejumlah aspirasi atau usulan kepada sejumlah pimpinan MPR RI di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (27/11). Poin-poin usulan itu disampaikan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet).
 
"Kami menyampaikan beberapa hal tentang adanya rekomendasi amandemen terbatas dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan kemudian berbagai aspirasi yang tengah berkembang di masyarakat. Kami juga hari ini mendapatkan masukan dari PBNU," kata Bamsoet seusai mengadakan pertemuan tertutup dengan PBNU.
 
Pertama, PBNU menyetujui agar pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh MPR dan tidak melalui pemilihan secara langsung oleh rakyat. Pilpres tidak langsung memang belum diputuskan dalam Muktamar dan Munas NU. Tetapi sikap setuju itu terinspirasi dari keputusan NU perihal kepala daerah yang dipilih oleh DPRD, pada Munas NU 2012 di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat.
 
"Pemilihan presiden dan wakil presiden (melalui MPR) lebih tinggi kemaslahatannya ketimbang langsung karena (kalau langsung) lebih banyak madlaratnya. Itu adalah hasil Munas NU di Pesantren Kempek, di Cirebon pada Tahun 2012," katanya.
 
Kedua, PBNU mengusulkan agar kembali mengkaji persoalan keadilan dan pemerataan ekonomi, terutama yang termaktub dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 agar tujuan berbangsa dan bernegara lebih memberikan rasa keadilan yang besar kepada rakyat Indonesia.
 
Ketiga, PBNU mengusulkan agar menghidupkan kembali utusan golongan. Pasalnya, demokrasi hari ini dinilai terjebak pada demokrasi angka-angka dan keterwakilan yang ada di parlemen, baik di DPR maupun DPD yang mewakili aspirasi kelompok-kelompok minoritas tergolong kecil.
 
"Sehingga perlu dipikirkan kembali adanya utusan golongan. Itu sikap daripada PBNU," katanya.
 
Keempat, PBNU merasa penting menghadirkan kembali GBHN untuk lebih memberikan arah yang lebih jelas bagi pembangunan ekonomi Indoensia ke depan.
 
Kelima, PBNU mendorong agar MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara agar sistem ketatanegaraan Indonesia lebih tertata. Menurutnya, ketatanegaraan hari ini tidak ada yang tertinggi, sehingga terjadi kerancuan dalam ketatanegaraan.
 
Keenam, PBNU mendesak DPR agar segera mensahkan RUU KUHP yang kini tinggal diketuk palu di sidang paripurna.
 
"Jadi itu aspirasi yang kami tangkap dari PBNU dan meminta kami di MPR mapun DPR untuk memperjuangkannya, untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat atau kemasalatan rakyat," ucapnya.
 
"Jadi pemikiran-pemikiran usulan ini kami catat dengan baik sebagai masukan yang harus kami bicarakan dan kami dalami di MPR. Kami memiliki waktu emas atau golden time, paling tidak 2, 3 tahun ke depan untuk segera kita putuskan perlunya amandemen terbatas atau tidak," imbuhnya.
 
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Muhammad Faizin